Betapa banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam keadaan ketat. Kadang yang ditutup hanya kepala, namun ada yang mengenakan lengan pendek. Ada pula yang sekedar menutup kepala dengan kerudung mini. Perlu diketahui bahwa pakaian muslimah sudah digariskan dalam Al Qur’an dan Al Hadits, sehingga kita pun harus mengikuti tuntunan tersebut. Yang dibahas kali ini bukan hanya bentuk jilbab, namun bagaimana kriteria pakaian muslimah secara keseluruhan.
Syarat
pertama: pakaian wanita harus
menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat, selain kedua
anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki karena termasuk aurat.
Allah
Ta’ala berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min:
“Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al
Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang
dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup
kepala.
Allah
Ta’ala juga berfirman,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS.
An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi
Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan
kedua telapak tangan.
Syarat
kedua: bukan pakaian untuk berhias
seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau
disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik!
Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.”
(QS. Al Ahzab : 33).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang
menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya
ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki.
Ingatlah,
bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi
perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi
untuk menutup perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana
yang sering kita temukan.
Syarat
ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan
tidak tembus pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian
muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk
lekuk tubuh.
Dalam
sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu :
Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para
wanita berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti
punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak
akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)
Ibnu
‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah
para wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk
tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi
dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka
telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126)
Cermatilah,
dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak
dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis
itu sesuai syari’at atau tidak.
Syarat
keempat: tidak diberi wewangian atau
parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perempuan mana saja yang memakai
wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia
adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh
Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Lihatlah ancaman yang keras ini!
Syarat
kelima: tidak boleh menyerupai pakaian
pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah melaknat kaum pria yang
menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR.
Bukhari no. 6834)
Sungguh
meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-bondong
merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria
satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang
seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan
mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Barangsiapa
yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul
Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Syarat
keenam: bukan pakaian untuk mencari
ketenaran atau popularitas (baca: pakaian syuhroh). Dari Abdullah bin ‘Umar,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di
dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat,
kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah.
Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Pakaian
syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau pakaian
yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang yang
zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda dengan
pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan di zaman itu.
Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.
Syarat
ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari
salib. Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata,
“Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama
Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang
terdapat salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib
tersebut. Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ibnu
Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan
lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya
haram.”
Syarat
kedelapan: pakaian tersebut tidak terdapat
gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan). Gambar makhluk juga termasuk
perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana
yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung
hal ini. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar
(makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan menyobeknya. Setelah
itu beliau bersabda,
”Sesungguhnya
manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan
ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah
lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan
Ahmad)
Syarat
kesembilan: pakaian tersebut berasal dari
bahan yang suci dan halal.
Syarat
kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian
kesombongan.
Syarat
kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian
pemborosan .
Syarat
keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki
pakaian ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat
musibah sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka
ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa
pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.
Semoga
Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan
menjauhi setiap larangan-Nya.
Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat.