Sabtu, 07 November 2015

Al- Quran Bicara Banyak Soal Remaja


Kata siapa Alquran memiliki 6666 ayat? Sejatinya jika kita mau menghitungnya, maka akan kita temukan Ayat Alquran berjumlah 6236 ayat, keseluruhannya adalah petunjuk hebat nan paripurna yang mengantar manusia dari tak tahu menahu sampai menjadi soko guru.


Adapun mengapa ada yang mengatakannya 6666 ayat, hal itu dilandasi dari kalimat cerdas yang terucap lihai yang diriwayatkan Said Jubair bin Abbas, dari Ulama besar Ibnu Abbas radhiallahu anhu, ketika beliau berkata, “Alquran ini, 6000 ayatnya adalah kisah, 600 ayatnya berupa tanda kebesaran Allah, 60 ayatnya adalah aturan muamalah, sedangkan 6 ayatnya adalah berisi hukum-hukum hudud.” Namun kuncinya, tidak mesti satu ayat mengandung satu makna bukan? Kadang satu ayat begitu kaya mengandung kisah, muamalah juga hudud. Seperti itulah Alquran, kaya!



Namun sahabat, tulisan ini akan menggambarkan pelita yang belum terungkap, hati kita begitu berdebar dan agaknya takjub bahwa Alquran yang setiap hari kita baca ini didominasi isinya dengan kisah, kisah, lalu kisah, kemudian kisah lagi, hingga hampir dua pertiga isi Alquran adalah kisah dan sejarah.

Memukau!


Sebenarnya kisah-kisah di Alquran bicara tentang siapa? Tentang apa? SubhanAllah, ternyata sebagian besar kisah dalam quran ini adalah cerita pemuda tangguh yang mengemban tugas memperbaiki dunia, dan di satu sisinya, mengisahkan pemuda ringkih dan rapuh, jangankan membela Islam, mereka malah menyumpah serapah risalah.



Alquran mengantar umatnya dengan kisah-kisah pemuda, agar kapanpun, siapapun dan bagaimanapun keadaan umat ini, selalu terbit semangat muda yang bergelora untuk menjaga panji umat ini hingga tak akan jatuh, sampai Israfil meniupkan sangkakalanya, kelak di akhir umur dunia.



Inilah remaja dan pemuda yang terukir indah sekaligus pedih dalam Alquran, kita ingat-ingat, lalu kembali me-review, sejurus kemudian mari mengambil hikmah dengan segera, agar intisari ilmu tak menguap-uap di atas kepala lalu hilang layaknya asap yang ditelan awan.



Habil Yang Giat Berkarya, Qabil yang Malas Bekerja



Sahabat tahu siapa penghuni bumi pertama? Sudah terkenal kisahnya, dan tak diragu lagi bahwa Nabi Adam a.s dan Siti Hawa, adalah penduduk awal bumi yang menakjubkan ini. Dalam Alquran, kisah Nabi Adam dan Siti Hawa dikemas sedemikian rupa, digambarkan dengan begitu indah nan berhikmah, agar kita bisa mengambil pelajaran.



Mari kita simak, dalam skenario besar hidup Nabi Adam, beliau mempunyai anak yang terabadikan namanya dalam sejarah. Yang satu dikenang sebagai pahlawan, yang satunya disebut pembunuh pertama di muka bumi. Mari kita berkenalan dengan mereka; Habil juga Qabil, kakak adik yang di usia remaja mereka, Allah rekamkan jejaknya hingga hari ini kita dapat mengambil hikmah sejarah darinya.



Inilah kisah remaja perdana di wajah bumi, dalam indahnya untaian Qur’ani:



 “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam -Habil dan Qabil- menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua -Habil- dan tidak diterima dari yang lain –Qabil-. Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”.



“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”



“Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang lalim.” 



Maka hawa nafsu Kabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Kabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayit saudaranya. 



Berkata Kabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayit saudaraku ini?” Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.



(Al-Ma’idah : 27-31)



Saya tergelitik membuat sebuah kalimat untuk meringkas hikmah nan bermartabat ini, beginilah bunyinya :



“Jadi pemuda itu yang mempersembahkan apa yang terbaik untuk Allah, seperti Habil yang giat dan tekun memilah persembahan teragung untuk Allah.

Jangan jadi pemuda malas yang bekerja enggan, berkarya susah, ketika melihat yang lain sukses dia malah mendengki, seperti Qabil yang tak suka kesalihan Habil, maka ia membunuhnya.”


Habil bekerja giat, optimistis dan tak setengah-setengah dalam berjuang, maka Allah mencintai remaja tipe yang seperti ini. Remaja yang punya orientasi melaksanakan yang terbaik dan berkontribusi yang terbaik akan dicintai lingkungannya, dihormati orang-orang di sekelilingnya dan diberi penghargaan dari Allah atas jerih payahnya. Habil, beliaulah inspirasi remaja yang tak setengah-setengah berkontribusi, Qabil, lihatlah dia, sudah pendengki, pemalas, enggan pula berkarya. Habil yang seorang peternak, bersemangat mencari hewan ternak terbaik untuk dipersembahkan pada Tuhannya, Qabil malah beralasan banyak, abai dan tak mau bersusah-susah, maka ia yang bekerja sebagai petani, memilih hasil panen yang sudah jelek, busuk, yang aromanya sudah memuakkan seakan tak punya harga. Remaja dengan tipe seperti ini, jangankan cinta Tuhan, cinta wanita pun sepertinya tak bisa diraihnya.



Kan’an si Remaja Pemberontak



Dalam lintasan sejarah, Nabi Nuh adalah Nabi yang begitu sabar, rentang waktu 900 tahun untuk berdakwah beliau lalui dengan berbagai intimidasi dan celaan. Dari awal dakwahnya hingga bahteranya berlayar melewati bumi yang tertutup air bah , hanya 70 orang yang menyambut seruannya untuk menyembah Allah.

Naasnya lagi, keluarga beliau menjadi salah satu penentang kerasnya. Sang anak yang bernama Kan’aan, sudah diingatkan berkali-kali masih saja ia tak gunakan nurani. Sudah dinasehati berulang-ulang tetap saja pikirannya berkabut kelam penuh dendam. Inilah karakter remaja nakal dan pembangkang. Kan’an adalah ibrah yang mesti kita ambil; bahwa Ayah yang shalih tidak menjamin anaknya kelak menjadi shalih pula.
Kan’an terpengaruh lingkungan yang buruk, ia dididik masyarakatnya untuk membenci ayahnya sendiri, mengutamakan egoisme dan nafsu belaka, sehingga puncaknya, kebenaran walau terlihat jelas di hadapan mata, tak ada arti baginya selain harus menjauh dan mencela.


Beginilah Alquran menceritakan dengan singkat namun memikat, surat Hud ayat 42 hingga 43:



 “Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah ke kapal  bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.”



Lalu Kan’an dengan kedengkiannya menjawab ketus, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah saja Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.”



Maka selesailah kisah hidup Kan’an, bukannya berakhir baik, ia malah membantah nasihat ayahnya untuk naik bahtera, berbekal keangkuhan ia bertekad menaiki puncak gunung yang dia kira akan menyelamatkannya dari air bah, naas, seribu naas, wajah bumi tertutup semua dengan birunya samudera, bukan sehari dua hari, namun bertahun-tahun lamanya. Itulah nasib keangkuhan, merasa menang, akhirnya jadi pecundang di akhir skenario. Kasian kasian kasian.




Ini Ismail, Remaja dengan Aqidah Paling Mantap



Tipe remaja yang satu ini adalah yang ‘The Best’. Nabi Ismail yang digambarkan sebagai seorang pemuda berhati bersih, terabadikan dalam Qur’an dengan begitu nyata, dan jujur mengharukan. Jika ini dibuat film, dijamin orang-orang yang menontonnya akan menangis, bagaimana tidak? Nabi Ismail yang lama tak jumpa dengan ayahanda tercinta, setelah melepas rindu, ayahnya, Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelihnya. Ah, kisahnya sungguh berhikmah, beginilah Alquran melukiskannya:



“Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.


Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya), nyatalah kesabaran keduanya.

Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, 

Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. 

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” 

(QS. Ash-Shaffat, ayat 102-107)

“Seorang pemuda yang mempersembahkan nilai-nilai pengorbanan dan pembelaan dengan gambaran yang sangat indah dan menakjubkan”, tulis Syaikh Muhammad Said Hawwa dalam bukunya ‘Shina’ah Asy-Syabaab’ “Hal ini berbekas pada keimanan yang sempurna, sehingga dia mempersembahkan dirinya untuk disembelih. Apakah ada buah keimanan dan pengorbanan yang melebihi ini? Dialah pemuda yang bernama Ismail, yang berjiwa muda yang bertaqwa dan suci.”


Sungguh Ismail muda menjadi inspirasi generasi muda Islam hari ini di Palestina dan dunia Islam seluruhnya. Bagaimana tidak? Keimanan yang tinggi membuat seorang pemuda menjadi kokoh prinsipnya, gaya pikirnya melampaui zamannya, kedewasaannya begitu matang, dan sikap ketaatannya begitu totalitas.



Satu catatan penting yang mesti kita petakan dengan benar. Kan’an anak nabi, Ismail juga anak nabi, namun apa yang membedakannya? Kedua remaja ini hidup dalam gaya yang berbeda. Kan’an mengikuti hawa nafsu, sedangkan Ismail mengikuti kemauan risalah. Kan’an menjadikan angkuh sebagai prinsip utamanya, Ismail menjadikan taat menjadi pondasi cara berpikirnya.

Banyak lagi kisah dan inspirasi remaja dalam Alquran yang sangat sayang jika tidak kita ulas dengan seksama. Akan banyak lagi tipe-tipe remaja, masalah dan cara solusinya yang tertuang menakjubkan dalam Alquran, seperti kisah remaja Nabi Yusuf, inspirasi hikmah Nabi Yahya muda, dan yang paling fenomenal adalah Ashabul Kahfi. Semoga di lain kesempatan bisa kita ulas bersama, hingga hati makin hidup, hikmah makin terkumpul, dan keyakinan pada Alquran makinlah berjaya.


Untuk memudahkan kita menjelajah hikmah ini, ayat-ayat ini recommended untuk kita selami samudera hikmahnya; “Sebagian besar Alquran berisi kisah. Sebagian besar kisahnya adalah kisah para Nabi. Kisah para Nabi itu bukan ketika mereka telah menua, namun sungguh cerita itu ditulis indah dalam Quran ketika mereka remaja”


  1. Ibrahim muda, mengajak bangsanya berlogika untuk menemukan keesaan Tuhan (Al-Anbiya ayat 60)
  2. Yahya muda, semenjak kecil telah dikaruniai hikmah dan kebijaksanaan. (Maryam ayat 15) 
  3. Nabi Yusuf menjadi pejuang kebenaran semenjak mudanya (Yusuf ayat 22)
  4. Ismail muda, begitu hebat meyakini perintah Allah dan taat pada ketentuan-Nya (Ash-Shaffat ayat 102-107)
  5. Pemuda Ashabul Kahfi, legenda remaja yang mempertahankan Aqidah (Al-Kahfi : 13-15)
  6. Inspirasi Pemuda Dai di Kisah Ashabul Ukhdud (Al-Buruj)


Istiqâmah dan Konsistensi dalam Beramal


Istiqâmah adalah berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata Istiqâmah dari kata “qaama” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, Istiqâmah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Istiqâmah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.

Secara terminologi, Istiqâmah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini;
  1. Abu Bakar As-Shiddiq ra ketika ditanya tentang Istiqâmah ia menjawab bahwa Istiqâmah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapa pun).
  2. Umar bin Khattab ra berkata, “Istiqâmah adalah komitmen terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu”.
  3. Utsman bin Affan ra berkata, “Istiqâmah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah Taala”.
  4. Ali bin Abu Thalib ra berkata, “Istiqâmah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”.
  5. Mujahid berkata, “Istiqâmah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah Taala”.
  6. Ibnu Taimiyah berkata, “Mereka berIstiqâmah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menoleh kiri kanan”.
Jadi muslim yang berIstiqâmah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo dalam menjalankan perintah agama. Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu Istiqâmah dalam sepanjang jalan.

B. Bentuk-bentuk Istiqâmah
1. Istiqâmah dalam Aqidah


وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتقرّق بكم عن سبيله, ذالكم وصّاكم به لعلكم تتقون


“dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa”. (QS Al-An’am: 153).



2. Istiqâmah dalam Syar’iah

ثم جعلناك على شريعة من الأمر فاتبعها ولا تتبع أهواء الذين لا يعلمون

“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.(QS Al-Jaatsiyah: 18)




3. Istiqâmah dalam Perjuangan

فلعلك تارك بعض ما يوحى إليك وضائق به صدرك أن يقولوا لو لا أنزل عليه كنز أو جاء معه ملك, إنما أنت نزير, والله على كل شيء وكيل.

“Maka boleh jadi kamu hendak meniggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karea khawatir bahwa mereka akan mengatakan: mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datnag bersama-sama dengan dia seorang malaikat? Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu” (QS Huud: 12).



C. Dalil-Dalil Dan Dasar Istiqâmah

Dalam Alquran dan Sunnah Rasulullah saw banyak sekali ayat dan hadits yang berkaitan dengan masalah Istiqâmah di antaranya adalah;


فاستقم كما أمرت ومن تاب معك ولا تطغوا إنه بما تعملون


“Maka tetaplah (Istiqâmahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS 11:112).
Ayat ini mengisyaratkan kepada kita bahwa Rasulullah dan orang-orang yang bertaubat bersamanya harus beristiqomah sebagaimana yang telah diperintahkan.


إن الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا فلا خوف عليهم ولا هم يحونون أولئك أصحاب الجنة خالدين فيها جزاء بما كانوا يعملون.


“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap Istiqâmah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan" (QS 46:13-14).
Ayat dan hadits di atas menggambarkan urgensi Istiqâmah setelah beriman dan pahala besar yang dijanjikan Allah SWT seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi atau situasi apapun. Hal ini juga dikuatkan beberapa hadits nabi di bawah ini;


عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ ) رواه مسلم)
“Aku berkata, “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain engkau. Beliau bersabda, “Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah, kemudian berIstiqâmahlah (jangan menyimpang).” (HR Muslim dari Sufyan bin Abdullah)





D. Faktor-Faktor Yang Melahirkan Istiqâmah
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (691 - 751 H) dalam kitabnya “Madaarijus Salikiin” menjelaskan bahwa ada enam faktor yang mampu melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut;

1. Beramal dan melakukan optimalisasi

وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (QS 22:78).




2. Berlaku moderat antara tindakan melampui batas dan menyia-nyiakan

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS 25:67).


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ

Dari Abdullah bin Amru, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Setiap amal memiliki puncaknya dan setiap puncak pasti mengalami kefuturan (keloyoan). Maka barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada sunnahku, maka ia beruntung dan barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada selain itu, maka berarti ia telah celaka”(HR Imam Ahmad dari sahabat Anshar)




3. Tidak melampui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا



“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban” (QS 17:36).




4. Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas.


5. Ikhlas

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka tidak disuruh, melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS 98:5).



6. Mengikuti Sunnah

قال النبي صلى الله عليه وسلم: تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه.


“Telah aku tinggalkan bagi kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat selamanya selagi berpegang tegung dengannya yaitu Al-Qur’an dan sunnah para nabinya”(HR Imam Malik dalam Muatta’).


E. Dampak Positif  Istiqomah
Manusia muslim yang beristiqomah dan yang selalu berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya akan merasakan dampaknya yang positif sepanjang hidupnya. Adapun dampak positif istiqomah sebagai berikut;


1. Keberanian (Syaja’ah)
Muslim yang selalu istiqomah dalam hidupnya ia akan memiliki keberanian yang luar biasa. Ia tidak akan gentar menghadapi segala rintangan dalam kehidupanya. Ia tidak akan pernah menjadi seorang pengecut dan pengkhianat dalam hutan belantara perjuangan. Selain itu juga berbeda dengan orang yang di dalam hatinya ada penyakit nifaq yang senantiasa menimbulkan kegamangan dalam melangkah dan kekuatiran serta ketakutan dalam menghadapi rintangan-rintangan. Perhatikan firman Allah Taala dalam surat Al-Maidah ayat 52 di bawah ini;



فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ



“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.”




2. Ithmi’nan (ketenangan)
Keimanan seorang muslim yang telah sampai pada tangga kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqomah dalam medan perjuangan. Tsabat dan istiqomah sendiri akan melahirkan ketenangan, kedamaian dan kebahagian. Meskipun ia melalui rintangan yang panjang, melewati jalan terjal kehidupan dan menapak tilas lika-liku belantara hutan perjuangan. Karena ia yakin bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang agung yaitu para Nabi, Rasul, generasi terbaik setelahnya dan generasi yang bertekad membawa obor estafet dakwahnya.


الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram” (QS 13:28).



3. Tafa’ul (optimis)
KeIstiqâmahan yang dimiliki seorang muslim juga melahirkan sikap optimis. Ia jauh dari sikap pesimis dalam menjalani dan mengarungi lautan kehidupan. Ia senantiasa tidak pernah merasa lelah dan gelisah yang akhirnya melahirkan frustasi dalam menjalani kehidupannya. Keloyoan yang mencoba mengusik jiwa, kegalauan yang ingin mencabik jiwa mutmainnahnya dan kegelisahan yang menghantui benaknya akan terobati dengan keyakinannya kepada kehendak dan putusan-putusan ilahiah. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh beberapa ayat di bawah ini;


مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ ()

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS 57:22-23)

بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS 12: 87).

قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ 

Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat" (QS 15:56).


Maka dengan tiga buah Istiqâmah ini, seorang muslim akan selalu mendapatkan kemenangan dan merasakan kebahagiaan, baik yang ada di dunia maupun yang dijanjikan nanti di akherat kelak. Perhatikan ayat di bawah ini;

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS 41:30-32).

Kamis, 03 September 2015

12 Kriteria Pakaian Muslimah


Betapa banyak kita lihat saat ini, wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam keadaan ketat. Kadang yang ditutup hanya kepala, namun ada yang mengenakan lengan pendek. Ada pula yang sekedar menutup kepala dengan kerudung mini. Perlu diketahui bahwa pakaian muslimah sudah digariskan dalam Al Qur’an dan Al Hadits, sehingga kita pun harus mengikuti tuntunan tersebut. Yang dibahas kali ini bukan hanya bentuk jilbab, namun bagaimana kriteria pakaian muslimah secara keseluruhan.

Syarat pertama: pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib ditutupi termasuk juga telapak kaki karena termasuk aurat.

Allah Ta’ala berfirman,
 “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mendekatkan jilbabnya  ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59). Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.

Allah Ta’ala juga berfirman,
 “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An Nuur [24] : 31). Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.


Syarat kedua: bukan pakaian untuk berhias seperti yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.

Allah Ta’ala berfirman,
 “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). 

Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki.
Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup perhiasan wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita temukan.


Syarat ketiga: pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.

Dalam sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)

Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi (anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian, namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, 125-126)

Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau tidak.


Syarat keempat: tidak diberi wewangian atau parfum. Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Perempuan mana saja yang memakai wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih). Lihatlah ancaman yang keras ini!


Syarat kelima: tidak boleh menyerupai pakaian pria atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
 “Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no. 6834)

Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum wanita masa kini berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria. Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.


Syarat keenam: bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau popularitas (baca: pakaian syuhroh). Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)

Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah pakaian yang paling mewah atau pakaian yang paling kere atau kumuh sehingga terlihat sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh adalah pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri tersebut dan tidak digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini terlarang.


Syarat ketujuh: pakaian tersebut terbebas dari salib. Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata,
 “Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang terdapat salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib tersebut. Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.”


Syarat kedelapan: pakaian tersebut tidak terdapat gambar makhluk bernyawa (manusia dan hewan).  Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar (makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan menyobeknya. Setelah itu beliau bersabda,
Sesungguhnya manusia yang paling keras siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan ciptaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazhnya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad)


Syarat kesembilan: pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci dan halal.

Syarat kesepuluh: pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan.

Syarat kesebelas: pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan .

Syarat keduabelas: bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.


Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihat.


Kamis, 25 Juni 2015

Peduli Dakwah, Kenapa Tidak?


Bro en Sis, akhir-akhir ini kita disuguhkan dengan banyaknya informasi yang bikin umat Islam merasa terpojok. Abisnya, gimana dong, kasus di Ciketing, Bekasi, malah umat Islam di situ yang dituduh tidak toleran kepada umat agama lain, sampe-sampe ada lho mereka yang ngaku muslim malah merasa minder dan bela-belain agama lain. Padahal, mereka bukan orang yang tinggal di sana dan hanya tahu dari media massa. Jadinya gimana? Ya, jadinya ngawur, ngasih judgement nggak pas. Tuduh sana tuduh sini. Seharusnya kan, lakukan investigasi, media massa juga wajib beritakan secara berimbang. Bagi kita yang ingin mendapatkan keputusan akurat, bawalah kasus itu ke pengadilan atau pihak berwenang sejenisnya untuk mengurus masalah itu. Setelah tahu duduk perkaranya, bolehlah kita menilai. Siapa yang salah, siapa yang benar, siapa yang berbohong, siapa yang jujur. Gitu lho.


Eh, masalah itu belum beres, muncul kasus lain. Densus 88 Antoteror menembak mati beberapa orang dari gerombolan perampok Bank CIMB di Medan. Belum selesai penyelidikan dan penyidikan, kok tiba-tiba diberitakan bahwa perampokan itu adalah bagian dari aksi teroris Al Qaeda Aceh. Menurut cerita polisi (yang belum tentu benar itu), para teroris melakukan perampokan untuk membiayai perjuangan mereka. Lha, tahu dari mana? Parahnya, media massa juga bukan memberikan berita, tapi menuliskan cerita yang sumbernya juga cuma dari polisi. Walhasil, kasus ini diduga kuat merupakan rekayasa dan upaya pemberian cap negatif kepada kelompok tertentu, khususnya umat Islam. Waduh!



Jangan ragu, dakwah tetaplah melaju



Bro en Sis, berdakwah itu tugas mulia seorang muslim. Terlepas dari adanya kasus terbaru itu atau tidak, dakwah mah tetap wajib terus berjalan. Termasuk buat kita para remaja muslim yang shalih dan shalihah, jangan kendor dong semangatnya. Justru kita kudu buktikan bahwa tuduhan-tuduhan yang menyebutkan Islam sebagai agama teror dan umatnya gemar bikin teror adalah tuduhan keliru yang punya bapak salah alias keliru bin salah. Tuduhan yang ngaco, gitu lho.



Oya, ngomongin soal dakwah biasanya kamu langsung mengkerut dahinya. Hehehe.. pengalaman membuktikan bahwa remaja ogah deket-deket dengan dakwah. Tapi, gaulislam, buletin kesayangan kita semua ini, bakalan ngajak kamu bermain sambil belajar mengenal apa itu dakwah dan tentu saja menyarankan kamu semua untuk peduli dengan dakwah. So, pasti dakwah Islam, dong. Dan, harap dipahami, bahwa dakwah Islam nggak melulu tugas dan tanggung jawab para ulama atau ustad, lho. Tapi kita semua, sebagai muslim. Lagian, dakwah bukan selalu berarti harus disampaikan di depan forum besar, tabligh akbar atau sejenisnya. Nggak juga lho. Kamu menegur dan mengingatkan kawan kamu yang nggak shalat pun, itu adalah dakwah. Betul?



Mungkin kita pernah bertanya kepada diri sendiri: mengapa ada banyak orang yang mau bersusah payah mengingatkan orang lain? Mengapa ada begitu banyak orang yang rela kehilangan begitu banyak waktu hanya untuk menyampaikan kepada orang lain apa yang dipahami dan diyakininya? Mengapa selalu saja ada orang yang merasa harus peduli dan cinta kepada orang lain, sehingga ia merasa perlu untuk menegur dan menyadarkan? Apakah kita sudah punya jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut?



Seorang teman pernah menyampaikan bahwa ia merasa hampa dalam hidupnya. Padahal, ia sudah mendapatkan segala cita-cita dan keinginannya. Ia sudah bekerja di sebuah perusahaan asing. Perusahaan yang setidaknya memberikan jaminan hidup yang lebih dari cukup. Ia pun berambisi ingin meraih gelar sarjana, maka ia kuliah meski dengan susah payah karena harus berbagi waktu dengan pekerjaannya. Beberapa tahun kemudian berhasil lulus. Keluarga? Ia bahkan sudah lebih dulu menikah ketimbang saya yang waktu itu masih luntang-lantung tak karuan. Keluarga? Ia sudah punya anak-anak dan istri yang siap menemani, mendampingi dan menghidupkan hari-harinya.



Tapi mengapa ia merasa hampa dalam hidup, padahal ia sudah berhasil meraih segala yang diangankan dan diinginkannya selama ini? Bukankah sebuah kebahagiaan ketika kita bisa berhasil meraih apa yang selama ini kita harapkan? “Memang bahagia, tapi rasanya belum lengkap,” begitu jawabnya suatu saat.



Ia lantas bercerita bahwa dirinya merasa iri dengan teman-temannya semasa sekolah dulu dan saat itu masih sering bertemu karena ada sebagian yang bekerja di kota yang sama dengannya. Ia sampaikan bahwa ia merasa tak berarti apa-apa di hadapan teman-temannya. Meski jika dibandingkan secara ekonomi, beberapa temannya tak seberuntung dirinya. Tapi ia tetap memendam rasa iri sekaligus rasa kagum kepada teman-temannya yang senantiasa istiqomah dalam dakwah. Sementara ia sendiri merasa bahwa hidup sekadar menikmati untuk diri dan keluarganya saja. Ia pantas merasa iri dan kagum kepada teman-temannya yang, meski dengan kondisi jauh lebih sederhana darinya, tapi mampu berbagi dengan orang lain. Meski kehidupan ekonomi teman-temannya terbilang biasa, tapi baginya adalah istimewa. Karena teman-temannya bisa berbagi tenaga, berbagi waktu, dan berbagi ilmu dengan sesamanya.



Kemudian, tak lama setelah ‘curhat’ kecil-kecilan itu, ia bertekad untuk membagi kehidupannya untuk orang lain. Ia sudah azzam-kan kuat-kuat dalam niatnya untuk terjun dan menyiapkan diri dalam barisan pengemban dakwah. Ia semangat mengkaji Islam dan tak kenal lelah mencari ilmu. Tak lama kemudian, dakwah telah menjadi pilihan hidupnya. Ia sudah menyiapkan segalanya untuk itu. Alhamdulillah. Tapi beberapa waktu lalu, terdengar kabar dari teman saya yang satu daerah dengannya. Kabar yang tak sedap tentang dirinya: ia futur dari dakwah. Innalillaahi. Mungkin ia belum sepenuhnya siap.



Sebelum bisa menulis seperti ini, sebelum bisa menyampaikan secara lisan kepada orang lain tentang Islam, saya termasuk orang yang cuek terhadap orang lain. Saya punya prinsip, “Urus diri sendiri, jangan campuri urusan orang lain. Dan yang terpenting: Jangan membuat susah orang lain”. Itu saja sudah cukup bagi saya dalam menjalani kehidupan di dunia ini.



Tapi, ternyata prinsip itu runtuh seketika saat seorang teman mengajak saya untuk merenung tentang hidup. Saya termasuk kagum kepadanya karena di usianya yang masih remaja (waktu itu SMA kelas 2) sudah berani berbicara tentang bagaimana memiliki rasa peduli kepada orang lain, ia sudah dengan tegas menyampaikan bahwa dakwah adalah perjuangan antara hidup dan mati. Entah dari siapa dan bagaimana caranya ia mendapatkan prinsip tersebut. Yang jelas dan pasti, pikiran dan perasaannya sudah jauh lebih dewasa dari fisiknya itu sendiri. Saya salut kepadanya. Karena ia telah begitu serius menyiapkan diri di jalan dakwah. Subhanallah.



Masih di tahun-tahun yang sama, awal tahun 90-an waktu itu, gairah mengkaji Islam di kalangan pelajar sangat semarak. Semangat mereka mampu membakar perasaan dan pikiran saya waktu itu. Saya bahkan merasa yakin, jika banyak anak muda yang memiliki semangat untuk mengkaji Islam, bukan mustahil bila Islam akan semakin banyak pendukungnya, pembelanya, dan pejuangnya. Akan banyak anak muda muslim yang berdakwah dengan semangat berkobar-kobar laksana api yang membakar. Ia akan mendidihkan pikiran dan jiwa sesamanya untuk bangkit bersama membela Islam.



Kini, sudah dua puluh tahun tahun sejak saya tercerahkan dengan Islam, kebanggaan saya kian memuncak, karena ada banyak generasi pembela dan pejuang Islam yang masih belia, yang ketika jaman saya seusia mereka masih senang main-main. Kini, semangat untuk mengemban dakwah mengalir sampai jauh ke generasi yang masih belia. Saya yakin, ini tidak jadi dengan sendirinya, tapi disiapkan oleh orang-orang yang punya semangat untuk menggerakkan segenap potensi yang dimiliki kaum Muslimin. Insya Allah, kemenangan Islam, bukan khayalan. Kemenangan Islam bukan juga mimpi atau ilusi. Tapi sebuah kenyataan. Insya Allah.



Jadi, yuk kita peduli terhadap dakwah. Sejak dari sekarang. Kalo kamu udah jadi anak ngaji dan aktif berdakwah, sebaiknya pedulimu terhadap dakwah makin kuat. Saya juga sama. Ingin lebih baik lagi kepeduliannya terhadap dakwah—termasuk tentunya terjun langsung dalam dakwah. Mari sama-sama saling peduli dan saling menguatkan. Sip deh, kalo barengan gini kan jadinya asik. Ok?



Oya, nih ada pesan bagus lho dari Ustad Aa Gym. Aa Gym, dalam narasi awal di salah satu lagu The Fikr bertutur: “jalan berliku, terjalnya tebing, curamnya jurang, bukanlah sesuatu yang mengerikan. Yang paling mengerikan adalah kehilangan keberanian untuk mengarungi kehidupan. Siapapun yang berani mengarungi kehidupan, dia harus menikmati hiruk-pikuk kesulitan, terjalnya masalah, dalamnya kepiluan, karena di balik semua itu tersimpan hikmah yang dalam. Bagi pencari kebenaran, kenikmatan adalah untuk terus mencari, mengarungi samudera kehidupan.”


Nyatakan “La ilaha Illallah” Hadapi Islamophobia Barat

Oleh: Muhammad Syafii Kudo


AWAL tahun lalu, Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mengabarkan berencana meluncurkan jaringan satelit sebagai salah satu upaya untuk memerangi Islamophobia. OKI bahkan berencana membahas peluncuran sebuah jaringan televisi satelit berbahasa Arab, Inggris dan Prancis. Salah satu tujuannya, untuk memperbaiki citra Islam, melawan gerakanIslamphobia khususnya di Barat.



“Islamophobia terus meningkat,” kata Sekretaris Jenderal OKI Ekmeleddin Ihsanoglu  dikutip media asing. “Bahkan, itu telah memasuki tahap ketiga.”



Pada tahap pertama, kata Ihsanoglu, kaum Islamophobia menggunakan kebebasan berekspresi sebagai alasan untuk mempromosikan kebencian terhadap umat Islam. Tahap kedua, berupaya melembagakan kebencian terhadap Islam dan Muslim, tambahnya.



Pertanyaan yang layak dikemukakan adalah, mengapa hal ini bias terjadi?

Mengapa dari era pre-modern hingga post-modern , Islamphobia di Barat tetap terpelihara dengan baik? Mengapa Barat selalu bersenangan menaruh curiga besar kepada Islam dan umatnya?
Tidak mudah untuk menjawabnya. Namun  hal ini ternyata dapat kita telusuri mulai dari masa hidup “Sang Bapak Bangsa” yang kita kenal dengan Ibrahim Alaihissalam dalam al-Qur’an dan Abraham dalam Khazanah Israiliyat.


Secara singkat, dalam Bibel dikisahkan bahwa Sara (Siti Sarah) yang merupakan istri pertama Ibrahim (Nasrani menyebutnya Abraham) merasa cemburu kepada Hagar (Siti Hajar) yang merupakan istri kedua Abraham yang dipilihkan sendiri oleh Sara.



Ini disebabkan karena Hagar yang awalnya adalah budak Sara asal Mesir mendapatkan perhatian lebih dari Abraham karena Hagar dapat memberikan keturunan lebih dulu daripada Sara yang sudah sangat tua. Anak yang dinamakan Ismael itulah yang kelak melahirkan bangsa Arab, termasuk Bani Hasyim nya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam.



Meskipun pada akhirnya Sara juga melahirkan anak buat Abraham yang dinamai Ishak sang kakek Israel. Kelahiran 2 anak beda ibu ini dalam Bibel Kitab Kejadian pasal 21 disebutkan berselang 14 tahun.



Ismael lahir saat usia Abraham 86 tahun dan Ishak lahir saat usia Abraham 100 tahun. Kemudian dikisahkan ketika tiba masa Ishak disapih, maka semakin bertambahlah rasa cemburu Sara pada Hagar.



“Bertambah besarlah anak itu (Ishak) dan ia disapih, lalu Abraham mengadakan perjamuan besar pada hari Ishak disapih itu. Pada waktu itu Sara melihat, bahwa anak yang dilahirkan Hagar, perempuan Mesir itu bagi Abraham, sedang main dengan Ishak, anaknya sendiri. Berkatalah Sara kepada Abraham: “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak.” (lihat Kitab Kejadian 21 : 8-10).



Dari kisah cemburunya Sara inilah kristolog seperti Ahmad Deedat berpendapat bahwa kecemburuan itu sedikit banyak telah menurun kepada beberapa anak cucunya hingga sekarang.



Dan itulah juga menjadi dasar di antara salah satu dari awal kebencian Barat yang merepresentasikan diri sebagai “anak nakal” Israel terhadap keturunan Ismael alias bangsa Arab wabil khusus, Islam.



Kebencian itu makin bertambah karena Tuhan juga memindahkan tongkat kekuasaanNya dari Bangsa Israel kepada Bangsa Arab (Ismael) karena Israel mengingkari perjanjian yang telah disepakati oleh nenek moyang mereka dengan Tuhan melalui Musa (lihat Keluaran 19 : 3-8).



Era Perang Salib



Di era Perang Salib,  kebencian Barat makin menjadi terhadap Islam. Saat Yerussalem jatuh ke tangan kaum Muslim untuk kedua kalinya, tepatnya saat Kaum Muslim dipimpin Salahudin Al Ayyubi, kegusaran Barat yang saat itu berpusat di Eropa juga semakin besar.

Pasca kejatuhan Yerussalem yang kedua, Paus Urbanus II berpidato di Clermont pada bulan November 1095  yang isinya menghasut orang-orang Kristen untuk memerangi kaum Muslim yang dikatakannya sebagai bangsa keji dan barbar  yang menguasai  Tanah Suci Yerussalem. Pidato sarat kebencian inilah yang dianggap sebagai Proklamasi Peradaban Barat yang bercirikan sinisme kepada Islam hingga kini.


Leopold Weiss, seorang penulis kenamaan berdarah Yahudi Polandia memiliki sebuah pandangan menarik mengenai akar kebencian Barat kepada Islam. Penulis yang setelah memeluk Islam memakai nama Muhammad Asad ini dalam buku memoarnya yang terkenal, “Road To Mecca”,  menulis bahwa pengalaman dahsyat dalam Perang Salib inilah yang akhirnya menyadarkan bangsa Eropa bahwa mereka memiliki satu kesatuan kultural.

Sebab sebelumnya bangsa ini hampir sulit disatukan karena besarnya ego masing-masing kaum seperti Frank, Saxon, Jermania, Burgundia, Norman, Sisillia, dan Lombardia. Perang Salib pertama inilah yang telah menyatukan mereka dalam satu kebanggaan sebagai bangsa Kristen Eropa.  Kisah Perang Salib inilah yang kemudian dijadikan doktrin kepada putra-putri Barat agar membenci Islam.


Menurut  Muhammad Asad, Perang Salib sangat berbeda dengan Perang lainnya. Karena betapa banyak perang besar yang terjadi dan memakan banyak korban dan seolah-olah tak dapat dimaafkan pada masanya ternyata di kemudian hari perlahan bisa dilupakan.

Kisah pengeboman Pearl Harbour, perang vietnam, dan bom atom Hiroshima-Nagasaki yang pada masanya sangat heboh toh saat ini sudah dianggap sebagai sejarah belaka dan negara yang terlibat pun kini  hubungan diplomatiknya juga makin erat seolah lupa bahwa mereka pernah bermusuhan di masa lalu.


Artinya kebencian masa lalu tak berlanjut di masa kini. Ini berbeda dengan Perang Salib. Selain berlangsung lama dan bertahap, perang ini ternyata tak hanya memakan banyak korban namun juga menimbulkan luka intelektual bagi Barat. Dan luka intelektual inilah yang kemudian jadi pemantik bara dendam Barat pada Islam. Dengan difasilitasi media-media, citra Islam dibiaskan Barat sejak dini. Sebutan Nabi Muhammad diganti dengan Mahound sebagai bentuk penghinaan.



Islam dan Barat Hari Ini



Bulan September ini,  mengingatkan kita pada peristiwa WTC 11 September. Momen di mana Barat makin menemukan momentum tuk makin menyudutkan umat Islam.

Islamphobia makin meningkat, serangan rasisme kepada Muslim juga makin banyak. Hal ini makin diperkuat dengan tesis Profesor Samuel Huntington yang berjudul “Clash Of Civillization” (Benturan Peradaban) yang menyatakan bahwa setelah  Uni Soviet (Komunis) runtuh, maka Islam lah musuh berikutnya yang patut diwaspadai.


Hal senada dikatakan oleh Zbigniew Brezinski yang mengatakan  bahwa Islam adalah Musuh Hijau (The Green Enemy) setelah Uni Soviet si musuh merah (The Red Evil) rontok jadi negara-negara kecil pada tahun 1991. Dan kebencian inipun hingga kini masih terus dipelihara di Barat.



Kita tentu masih ingat kisah Anders Behring Breivik yang membantai 77 orang di Norwegia. Dia menyerang para keturunan imigran termasuk Muslim dengan alasan untuk melindungi Eropa dari Islamisasi.



Paranoid akut itu juga terjadi di Belanda, di mana Geert  Wilders si pembuat film “Fitna” dan anggota  Parlemen Partai Rakyat untuk Kebebasan dan Demokrasi yang berhaluan Kanan Liberal juga getol menyuarakan pembersihan Eropa dari Islam.



Di Inggris, Islamphobia juga masih nyaring terdengar. Di sana ada Mafia EDL (English Defense League) yang selalu mengganggu kebebasan hak kaum Muslim.



Di Prancis, ada larangan bercadar. Di Swiss ada larangan membangun menara Masjid. Di Denmark  tentu semua masih ingat dengan kasus Koran Jyllands  Posten pada 2006 yang mengemparkan dunia dengan kelancangannya menerbitkan kartun Nabi Muhammad. Dan masih banyak lagi kasus lain. Hal ini menandakan “luka intelektual”  Barat kepada Islam memang sulit disembuhkan.



Sikap Kita



Apapun yang dilakukan Barat terhadap Islam, kita sebagai Muslim hendaknya dapat lebih bijak dalam menyikapinya. Karena kita pun telah mafhum akar sejarah kebencian tersebut.



Faktanya, semakin benci Barat pada Islam toh Islam semakin berkibar di mana-mana, khususnya di Eropa. Satu hal yang tak bisa dibantah, di Eropa dan Amerika agama yang pertumbuhannya paling cepat adalah Islam.



Ini menunjukkan, segala rekayasa dan tipu-daya manusia, tak akan bisa mengalahkan rekayasanya Allah Subhanahu Wata’ala.



Hal ini makin membuktikan bahwa janji Allah adalah benar. “Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci.”(QS.As Shaff [61] :9).

Tulisan ini sendiri bukan penulis maksudkan untuk membuka kembali luka lama antara Islam dan Barat. Tulisan ini hanya dimaksudkan agar kita mengetahui akar sejarah yang merupakan kunci penting untuk mengetahui alasan mengapa hingga kini masih ada benturan antara Islam dan Barat.


Dan yang terpenting, semakin menambah keyakinan dan keteguhan kita kepada agama ini.

Nyatakan “La ilaha Illallah” dan katakana ”Isyhaduu bianna Muslimuun” (Saksikanlah bahwa aku adalah seorang Muslim). Di mana saja, meski tekanan dan kebencian terhadap agama ini datang dan berganti-ganti wajahnya. Wallahu A’lam.*